Psikologi Emosi




1.     Pengertian Emosi
Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli. Daniel Goleman (1995) seorang pakar kecerdasan emosional mengatakan bahwa emosi merupakan suatu kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nefsu, setiap keadaan mental yang hebat merujuk kepada sutu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Sementara itu, Chaplin (1989) dalam Dictionary of Psychology mendefiniskan emosi sebagai suatu keadaan yang tersangsang adari organism mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Ia membedakan emosi dengan perasaan, dan mendefinisikan perasaan (feelings) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun bermacam-macam keadaan jasmani.
Definisi lain menyatakan bahwa emosi adalah sutu respons terhadap suatu perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus. Respons demikian terjadi baik terhadap perangsang-perangsang eksternal maupun internal (Soegarda Poerbakawatja, 1982).

 2.       Hubungan Emosi dan Tingkah laku
Pertnyaan mendasar berkaitan dengan hubungan antara emosi dan tinkah laku adalah apakah emosi yang menimbulkan tingkah laku ataukah tingkah laku yang menimbulkan emosi? Jawaban terhadap pertanyaan ini ada beberapa pendapat yang kemudian menghasilkan apa yang dikenal dengan teori emosi.
Melalui teori kecerdasan emosional yang dikembangkan oleh Daniel Goleman (1995) mengemukakan sejumlah cirri utama pikiran emosional sebagai bukti bahwa emosi memainkan peranan penting dalam pola pikir maupun tingkah laku individu. Adapun ciri utama pikiran emosional tersebut adalah sebagai berikut.
a.        Respons yang cepat tetapi ceroboh
Pikiran yang emosional ternyata lebih cepat terjadi daripada pikiran yang rasional karena pikiran emosional sesungguhnya langsung melompat bertindak tanpa mempertimbangkan apa pun yang dilakukannya. Karena kecepatannya itu sehingga sikap hati-hati dan proses analitis dalam berpikir dikesampingkan begitu saja sehingga tidak jarang menjadi ceroboh. Namun di sisi lain, pikiran emosional ini juga memiliki suatu kelebihan, yaitu membawa rasa kepastian yang sangat kuat dan di luar jangkauan normal sebagaimana yang dilakukan oleh pikiran rasional.

b.       Mendahulukan perasaan kemudian pikiran
Pada dasarnya, pikiran rasional sesungguhnya membutuhkan waktu sedikit lama dibandingkan dengan pikiran emosional sehingga dorongan yang lebih dahulu muncul adalah dorongan hati atau emosi, kemudian dorongan pikiran. Reaksi emosional gerak cepat ini lebih tampak menonjol dalam sitiasi yang mendesak dan membutuhkan tindakan penyelamatan diri, di sinilah keuntungan keputusan-keputusan cepat yang didahului perasaan atau emosi.
c.        Memperlakukan realitas sebagai realitas simbolik
Logika pikiran emosional yang disebut juga logika hati brsifat asosiatif. Artinya, memandang unsur-unsur yang melambangkan suatu realitas itu sama dengan realitas itu sendiri. Oleh sebab itu, seringkali berbagai perumpamaan, pantun, kiasan, gambaran, karya seni, novel, film, puisi, nyanyian, opera, dan teater secara langsung ditujukan kepada pikiran emosional. Penyiar agama, guru, dan tokoh-tokoh pendidik biasanya dalam menyampaikan ajarannya senantiasa berusaha menyentuh hati pengikutnya dengan cara berbicara dalam bahsa emosi, dan mengajar dengan perumpamaan. Jika dilihat dari sudut pandang pikiran rasional, sesungguhnya simbol-simbol dan berbagai ritual keagamaan tidak sedemikian bermakna jika dibandingkan dengan sudut pandang pikiran rasional.
d.       Masa lampau diposisikan sebagai masa sekarang
Pikiran emosional bereaksi terhadap keadan sekarang seolah-olah keadan itu adalah masa lampau. Kesulitannya adalah terutama apabila penilaian terhadap masa lampau itu cepat dan otomatis, barangkali kita tidak menyadari bahwa yang dahulu memang begitu, ternyata sekarang sudah tidak lagi seperti itu.
e.        Realitas yang ditemukan oleh keadaan
Cara seseorang berpikir dan bertindak pada saat merasa senang an romantic akan sangat berbeda dengan perilakunya ketika sedang dalam keadaan sedih, marah, atau cemas. Dalam mekanisme itu ada reprtoar pikiran, rekasi, bahkan ingatannya sendiri. Repertoar menjadi sangat menonjol pada saat disertai intensitas emosi yang tinggi.
Selain teori kecerdasan emosional yang telah dijelaskan, kita juga bias menggunakan teori-teori untuk menjelaskan hubungan antara emosi dan tingkah laku, yaitu:
1.        Teori Sentral,
2.        Teori Peripheral,
3.        Teori Kepribadian, dan
4.        Teori Kedaruratan Emosi.

3.       Perkembangan Emosi
Pertumbuhan dan perkembangan emosi, seperti juga pada tingkah laku lainnya, ditentukan oleh proses pematangan dan proses belajar. Pada bayi yang baru lahir, satu-satunya emosi yang nyata adalah kegelisahan yang tampak sebagai ketidaksenangan dalam bentuk menangis meronta. Pada keadaan tenang, bayi itu tidak akan menunjukkan perbuatan apapun, jadi dapat disimpulkan emosinya sedang dalam keadaan normal (netral).
Makin besar seorang anak, makin besar pula kemampuannya untuk belajarn sehingga perkembangan emosinya makin rumit. Perkembangan emosi melalui proses kematangan hanya terjadi samppai usia satu tahun. Setelah itu perkembangan selanjutnya lebih banyak ditentukan oleh proses belajar.
Pengaruh kebudayaan besar sekali terhadap perkembangan emosi, karena dalam tiap-tiap kebudayaan diajarkan cara menyatakan emosi yang konvensional dan khas dalam kebudayaan yang bersangkutan, sehingga ekspresi tersebut dapat dimengerti oleh orang lain dalam kebudayaan yang sama. Klienberg pada tahun 1993 menyelidiki literatur-literatur Cina dan mendapatkan berbagai bentuk ekspresi emosi yang berbeda dengan cara-cara yang ada di dunia Barat. Ekspresi-ekspresi itu antara lain:
                      Þ        Menjulurkan lidah kalau keheranan.
                      Þ        Bertepuk tangan kalau kuatir.
                      Þ        Menggaruk kuping dan pipi kalau bahagia.
Yang juga dipelajari dalam perkembangan emosi adalah objek-objek dan situasi yang menjadi sumber emosi. Seorang anak yang tidak pernah ditakut-takuti di tempat gelap, tidak akan takut kepada tempat yang gelap. Pria Amerika jarang menangis pada peridtiwa-peristiwa seperti perkawinan, gagal ujian dan sebagainya. Tetapi, pria Perancis lebih mudah untuk mencucurkan air mata dalam peristiwa-peristiwa tersebut.
Sikap yang disertai dengan emosi ayng berlebih-lebihan disebut kompleks, misalnya kompleks rendah diri, yaitu sikap negatif terhadap diri sendiri yang disertai perasaan malu, takut, tidak berdaya, segan bertemu dengan orang lain dan sebagainya.
~            Takut
Takut adalah perasaan yang sangat mendorong individu untuk menjauhi sesuatu dan sedapt mungkin menghindari kontak dengan hal itu. Bentuk ekstrem dari rasa takut adalah takut yang parhologis, yang disebut fobia-fobia adalah perasaan takut terhadap hal-hal tertentu yang demikian kuatnya, meskipun tidak ada alasan yang  nyata, misalnya takut terhadap tempat sempit dan tertutup (claustio phobia), takut terhadap kerumunan orang atau tempat-tempat yang ramai (achio phobia).
Rasa takut yang lain merupakan kelainan kejiwaan adalah kecemasan (anaxiety) yaitu rasa takut yang tidak jelas sasarannya dan juga tidak jelas sasarannya. Kecemasasn yang terus-menerus biasanya terdapat pada panderita-penderita (psikoneurosis).
~            Khawatir
Khawatir atau was-was adalah rasa takut yang tidak mempunyai objek yang jelas atau tidak ada objeknya sama sekali. Kekhawatiran menyebabkan rasa tidak senang, gelisah, tegang, tidak tenang, tidak aman. Kekhawatiran seseorang unutk melanggar norma masyarakat adalah sesuatu yang umum pada tiap-tiap orang, rasa khawatir ini justru positif karena seseorang selalu bersikap hati-hati dan berusaha menyesuaikan diri dengan norma masyarakat.
~            Cemburu
Cemburu adalah bentuk khusus dari kekhawatiran yang disadari oleh adanya keyakinan terhadap diri sendiri dan ketakutan akan kehilangan kasih sayang dari seseorang. Seseorang yang mempunyai rasa cemburu selalu mempunyai sikap benci terhadap saingannya.

~            Gembira
Gembira merupakan ekspresi dari kalangan, yaitu perasaan terbebas dari ketegangan. Biasanya kegembiraan itu disebabkan oleh hal-hal yang bersifat tiba-tiba (surprise) dan kegembiraan biasanya bersifat sosial, yaitu melibatkan orang-orang lain di sekitar orang yang merasa gembira tersebut.
~            Marah
Sumber utama dari kemarahan adalah hal-hal yang mengganggu aktifitas umtuk mencapai tujuannya.
Dengan demikian ketegangan yang terjadi dalam aktifitas itu tidak mereda, bahkan bertambah untuk menyalurkan ketegtangan-ketegangan itu, individu yang bersangkutan menjadi marah, karena tujuannya tidak tercapai.

Perkembangan emosi bisanya diidentikkan pada remaja. Karena berada pada msa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa, status remaja memang agak kabur, baik dirinya maupun lingkungannya. Conny Semiawan (1989) mengibaratka: terlalu kecil untuk serbet, terlalu besar untuk taplak meja karena sudah bukan anak-anak lagi, tetapi juga belum dewasa. Masa remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi berkobar-kobar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna. Remaja juga sering mengalami perasaan tidak aman, tidak tenang, dan khawatir kesepian.
Secara garis besar, masa remaja dapat dibagi ke dalam empat periode, yaitu periode praremaja, remaja awal, remaja tengah, dan remaja akhir. Adapaun karakteristik untuk setiap periode adalah sebagaimana sipaparkan berikut ini.
1.       Periode Praremaja
Selama periode ini terjadi gejala-gejala yang hampir sama antara remaja putri dan remaja putra. Perubahan fisik belum tampak jelas, tetapi pada remaja putri biasanya memperlihatkan penambahan berat badan yang cepat sehingga mereka merasa gemuk. Gerakannya mulai menjadi kaku. Perubahan ini disertai sifat kepekaan terhadap rangsangan dari luar dan respons mereka biasanya berlebihan, cepat tersinggung, tapi juga cepat senang dan meledak-ledak.
2.       Periode Remaja Awal
Pada periode ini perkembangan fisik yang semakin tampak adalah perubahan fungsi alat kelamin. Karena perubahan alat kelamin semakin nyata, remaja seringkali mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan itu. Akibatnya, tidak jarang mereka cenderung menyendiri sehingga merasa terasing, kurang perhatian ari orang lain, atau bahkan merasa tidak ada orang yang mau memerdulikannya. Perilaku seperti ini sesunggunya terjadi karena adanya kecemasan terhadap dirinya sendiri sehingga muncul dalam reaksi yang kadang-kadang tidak wajar.
3.       Periode Remaja Tengah
Tanggung jawab yang harus semakin ditingkatkan oleh remaja, yaitu mampu memikul sendiri juga menjadi masalah tersendiri bagi mereka. Karena tuntutan peningkatan tanggung jawab tidak hanya datang dari orang tua atau anggota keluarganya tetapi juga dari masyarakat sekitarnya. Tidak jarang remaja mulai meragukan tentang nilai moral yang mereka ketahui, apa yang disebut baik atau buruk. Akibatnya remaja seringkali ingin membentuk nilai-nilai mereka sendiri. Terlebih lagi jika orang tua atau orang dewasa di sekitarnya ingin memaksakan nilai-niali agar dipatuhi oleh remaja tanpa disertai alasan yang masuk akal menurut mereka.
4.       Periode Remaja Akhir
Selama periode ini remaja mulai memandang dirinya sebagai orang yang dewasa dan mulai mampu menunjukkan pemikiran, sikap, perilaku yang semakin dewasa. Oleh sebab itu, orang tua dan masyarakat mulai memberikan kepercayaan yang selayaknya kepada mereka. Interaksi dengan orang tua juga menjadi lebih bagus dan lancar karena mereka sudah memilki kebebasan penuh serta emosinya pun mulai stabil. Pilihan arah hidup sudah semakin jelas dan mulai mamapu mengambil pilihan dan keputusan tentang arah hidupnya  secara jelas lebih bijaksana meskipun belum bisa secara penuh. Mereka juga mulai memilih cara-cara hidup yang sangat dipertanggungjawabkan terhadap dirinya sendiri, orang tua, dan masyarakat.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi adalah:


ü  Perubahan jasmani,
ü  Perubahan pola interaksi dengan orang tua,
ü  Perubahan interaksi dengan teman sebaya,
ü  Perubahan pandangan luar, dan
ü  Perubahan interaksi dengan  sekolah dan lingkungan.



4.       Macam-macam Emosi
Meskipun emosi itu sedemikian kompleksnya, namun Daniel Goleman (1995) mengidentifikasi sejumlah kelompok emosi, yaitu sebagai berikut.
1.        Amarah, di dalamnya meliputi brutal, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan, dan kebencian patolgis.
2.        Kesedihan, di dalamnya meliputi pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, itolak, putus asa, dan depresi.
3.        Rasa takut, di dalamnya meliputi rasa cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, panik, da fobia.
4.        Kenikmatan, di dalamnya meliputi bahagia,gembira, ringan puas, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, terpesona, puas, rasa terpenuhi, girang, senang sekali, dan mania.
5.        Cinta, di dalamya meliputi penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, dan kasih sayang.
6.        Terkejut, di dalamnya meliputi terkesiap, takjub, terpana.
7.        Jengkel, meliputi rasa hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, dan mau muntah.
8.        Malu, meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.
Dari deretan daftar emosi tersebut, berdasarkan temuan penelitian Paul Ekman dari University of California di San Francisco (Goleman,1995) ternyata ada bahasa emosi yang dikenal oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia, yaitu emosi yang diwujudkan dalam bentuk ekspresi wajah yang di dalamnya mengandung emosi takut, marah, sedih dan senang. Ekspresi wajah seperti itu benar-benar dikenali oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia meskipun memiliki budaya yang berbeda-beda, bahkan termasuk bangsa yang buta huruf, tidak terpengaruh oleh film, dan siaran televisi. Dengan demikian, ekspresi wajah sebagai representasi dari emosi itu memiliki universalitas tentang perasaan emosi tersebut. Kesimpulan ini diambil setelah Paul Ekman melakukan penelitian dengan cara memperlihatkan foto-foto wajah yang menggambarkan ekspresi-ekspresi emosi tersebut di atas kepada orang-orang yang memiliki keterpencilan budaya, yaitu suku Fore di Papua Nugini, suku terpencil berkebudayaan Zaman Batu di dataran tinggi tersaing. Hasilnya ternyata mereka semua mengenali emosi yang tergambar pada ekspresi wajah dalam foto-foto tersebut.